Sejarah Tari Pakarena

Tari Pakarena adalah tari tradisional dari Sulawesi Selatan. Menurut sejarah ada dua asal usul Tari Pakarena yaitu  tari pakarena dari Gowa, yaitu salah satu Kabupaten / Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Sungguminasa. dan tari pakarena dari Gantarang Sulsel, yaitu sebuah kecamatan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.


Tari Pakarena dari Sulawesi selatan


Tari Pakarena Gantarang berasal dari perkampungan yang pada jaman dahulu sebagai pusat kerajaan di Pulau Selayar Yaitu Gantarang Lalang Bata. Berdasarkan sejarahnya tari ini muncul pada abad ke 17 pada tahun 1903 ketika Panali raja dilantik menjadi Raja di Gantarang Lalang Bata. Namun tidak ada data yang menyebutkan siapa yang menciptakan Tari Pakarena Gantarang ini namun masyarakat meyakini bahwa Tari Pakarena Gantarang berkaitan dengan kemunculan Tumanurung, yaitu bidadari yang turun dari langit untuk untuk memberikan petunjuk kepada manusia di bumi. Petunjuk yang diberikan tersebut berupa simbol – simbol berupa gerakan yang kemudian di kenal sebagai Tari Pakarena Gantarang. Menurut salah seorang penari pakarena dari makasar, Tari Pakarena berawal dari kisah perpisahan penghuni botting langi (Negeri Kayangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dahulu. Sebelum berpisah, botting langi mengajarkan kepada penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual ketika penduduk di bumi menyampaikan rasa syukur pada penghuni langit.

Tari Pakarena ini ditampilkan oleh empat orang penari perempuan. Diiringi oleh 2 (dua) kepala drum (genderang) dan sepasang instrumen alat semacam suling (puik-puik). Tari Pakarena adalah tari yang sangat artistik dan sarat makna, halus bahkan sangat sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Setiap gerakan memiliki makna khusus. Posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan manusia. Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam. Pakaian penari adalah baju pahang (tenunan tangan), lipa’ sa’be (sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan perhiasan-perhiasan khas Kabupaten Selayar. Tahun 2007, Tari Pakarena Gantarang mewakili Sulawesi Selatan dan Indonesia pada Acara Jembatan Budaya 2007 Indonesia–Malaysia di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC).
Penari Pakarena harus perempuan karena pada dasarnya tarian tradisional ini mencerminkan karakter perempuan Gowa yang sopan, lembut, setia, dan patuh. Para penari melengkapi keindahan gerakan tariannya dalam kostum cerah berwarna merah, hijau, kuning dan putih. Untuk melengkapi tarian ini, penari juga membawa kipas berukuran besar. Selain itu, aksesoris lain yang dikenakan antara lain adalah gelang, kalung, dan juga sanggul.

Pada jaman dulu tari pakarena dipertunjukkan sebagai salah satu media pemujaan kepada para dewa. Keindahan serta keunikan gerak tari pakarena ini kemudian lambat laun menggeser fungsi dari tarian ini sebagai media hiburan.

No comments:

Post a Comment